anak membayar hutang orang tua yang meninggal

Wajibkah Hutang Orang Tua yang Meninggal Dibayarkan oleh Anak? 

syabab.com – Seorang Muslim wajib hukumnya untuk melunasi semua hutang-hutang yang telah dibuatnya. Karena masalah hutang ini berat sekali hukumnya, bahkan dapat membuat orang yang berhutang tidak bisa masuk surga di akhirat kelak. 

Lalu, bagaimanakah jika ada orangtua yang meninggal tetapi masih meninggalkan hutang? Apakah anaknya harus membayarkan hutang-hutang tersebut? 

Telah dijelaskan jika anak tidak wajib untuk menanggung hutang dari orangtuanya yang sudah meninggal dunia. Apalagi jika uang dari peninggalan orang tua nya sudah habis dan harta benda nya juga sudah tidak ada, maka tidak berkewajiban seorang anak untuk melunasi hutang tersebut. 

Hukum dalam Islam sendiri, kekayaan orang yang sudah meninggal dunia tidak lagi boleh dibagikan kepada ahli waris terlebih dahulu sebelum tanggungan finansial dari mayit terpenuhi. Tanggungan yang dimaksudnya seperti biaya pemakaman jenazah yang didalamnya termasuk juga pembayaran rumah sakit bila ada, wasiat dan juga masalah utang piutang. 

Allah SAW pernah berfirman yang artinya: 

“(Semua pembagian di atas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatkan atau (setelah dibayar) hutangnya.” 

Catatan penting yang ada pada arti ayat diatas yaitu mengenai urusan utang piutang. Utang mayit (orang yang telah wafat) secara keuangan memiliki dua jenis yang berbeda. Hal yang pertama adalah hutang keuangan yang memiliki hubungan langsung dengan Allah SWT misalnya, orang tua yang tak lagi mampu untuk melaksanakan ibadah puasa sehingga ia wajib membayar fidyah, tanggungan zakat, dan sejenisnya. 

Dan juga misalnya ada seseorang yang semasa hidupnya sama sekali tidak pernah berzakat, sedangkan ia ada dalam golongan orang yang mampu, lalu ia wafat dalam kondisi yang tidak membayar semua zakat-zakatnya. 

anak membayar hutang orang tua yang meninggal

Dan jenis kedua adalah hutang keuangan yang memiliki hubungan langsung dengan manusia lain, berhutang uang, perhiasan, makanan, dan sejenisnya. Untuk masalah ini ada tiga pandangan dari para ulama mengenai mana yang seharusnya diprioritaskan terlebih dahulu jika ada seseorang yang wafat dengan memiliki dua tanggungan yang telah disebutkan diatas. 

Pertama, yang wajib terlebih dahulu diselesaikan adalah hutang keuangan dengan Allah SAW. Pendapat tersebut yang paling kuat (shahih). Lalu kedua, penting sekali untuk mendahulukan hutang dengan manusia. Ketiga, semuanya memiliki takaran yang sama. Tiap-tiap dari seluruh perbedaan pendapat di atas telah dibahas tuntas di beberapa kitab fiqih. 

Baca Juga : 5 Tradisi Unik di Bulan Ramadhan yang Hanya Ada di Indonesia

Ada juga untuk orang meninggal di kondisi yang masih mempunyai hutang, maka anak tidak dapat secara bebas menggunakan peninggalan yang berbentuk harta warisan yang tidak seizin semua orang yang telah dihutangi oleh orang tua atau mayit tersebut sebelum hutang itu lunas. 

Bagaimanapun, orang yang memiliki hutang piutang juga memiliki hak atas kepemilikan harta peninggalan mayit. Jadi, semua transaksi yang menggunakan harta mayit wajib atas persetujuan dari orang yang memiliki piutang pada mayit. Jika terdapat orang meninggal dunia, baik ia meninggalkan harta yang sangat banyak maupun sedikit, lalu ada dari anggota keluarga yang mengumumkan jika semua utang-utang dari orang tua atau si mayit, ia yang akan menanggung, maka pengambilalihan untuk tanggungan semacam ini sah-sah saja. 

Namun, walaupun sah karena adanya pergeseran tanggungan ini, hutang mayit tetap saja belum lunas apabila si penanggung yang akan membayarkan hutang itu belum sepenuhnya membayarkan hutang mayit secara kontan. 

Lalu, bagaimana jika ada seseorang yang meninggal dunia dan memiliki hutang yang wajib dibayar lebih dari aset yang ia tinggalkan atau bahkan ia tidak memiliki aset sama sekali? Apakah wajib hukumnya untuk ahli waris membayarnya? 

Seluruh Ulama sepakat jika istilah warisan hutang tidak ada di dalam fiqih. Sehingga jika mayit memang meninggal dunia dan mempunyai hutang yang sangat banyak, namun dalam kondisi lain ia tidak meninggalkan banyak aset, maka ahli waris tidak harus berkewajiban untuk membayar hutang-hutang tersebut. 

Namun, jika ada ahli waris yang berbaik hati dan mau menjalankan sunnah tersebut, hukumnya sah-sah saja untuk membayarkan hutang keluarganya yang telah meninggal dunia. 

Hal tersebut juga telah disampaikan langsung oleh Al-Qurtubi di dalam kitabnya Al-Jami’li Ahkamil Quran yang dikutip dari kitab Al Mufhim 3 / 443 yang artinya:

“Sesuai dengan kesepakatan Ulama, bila ada orang yang meninggal dunia, namun ia memiliki tanggungan hutang, maka untuk walinya tidak wajib membayarkan hutang dengan menggunakan harta walinya. 

Namun, jika ia mau berbuat sunnah secara demikian, dapat melaksanakan dengan cara membayarkan hutang yang sudah ditanggung mayit tersebut”. (Muhammad bin Ahmad Al-Qurthubi, Al-Jami’li Ahkamil Quran [Maktabah Ar-Risalah, Beirut, 2006 M], juz 5, halaman 230). 

Demikianlah pembahasan mengenai kewajiban anak untuk membayar hutang orang tua yang telah meninggal. Semoga artikel ini dapat membantu kamu yang masih bingung dengan permasalahan ini.