Pernyataan Ribka Tjiptaning mengenai almarhum Presiden Soeharto kembali memicu kontroversi nasional.
Video potongan ucapannya yang viral memicu laporan hukum, namun juga membuka perdebatan publik tentang persepsi masyarakat terhadap sejarah dan simbolisme politik di Indonesia.
Simbolisme Soeharto dalam Pandangan Publik
Soeharto, sebagai mantan presiden yang memimpin selama puluhan tahun, tetap menjadi figur yang kontroversial di mata publik.
Bagi sebagian masyarakat, ia simbol stabilitas dan pembangunan, sementara sebagian lain mengingat masa represi dan pelanggaran HAM.
Pernyataan Ribka mengenai sosok ini menjadi pemicu perdebatan karena menyinggung dua perspektif yang sangat berbeda.
Sejumlah warganet menyatakan bahwa diskusi tentang sejarah seharusnya tetap dilakukan secara terbuka, tanpa harus berujung laporan hukum.
“Sejarah harus dibicarakan, agar kita belajar dari kesalahan dan keberhasilan masa lalu,” tulis seorang pengguna media sosial.
Dukungan Partai dan Figur Politik
Dari internal PDI-P, dukungan terhadap Ribka tetap tegas.
Partai menegaskan bahwa kritik terhadap sejarah bukan bentuk penghinaan, melainkan bagian dari refleksi politik dan demokrasi yang sehat.
Beberapa politisi senior menilai bahwa keberanian Ribka berbicara terbuka adalah contoh penting bagi demokrasi Indonesia.
“Bu Ribka menunjukkan bahwa tokoh publik bisa bersuara jujur tentang sejarah tanpa takut kontroversi,” ujar salah satu anggota DPR dari PDI-P.
Analisis Publik dan Akademisi
Pengamat politik menilai kasus ini menyoroti sensitifnya isu sejarah di Indonesia.
Menurut mereka, persepsi publik terhadap tokoh sejarah sangat bervariasi dan mudah dipengaruhi media sosial.
Akademisi dari Universitas Indonesia menyebut bahwa fenomena viral ini menunjukkan bagaimana opini publik dapat terbentuk secara cepat dari potongan informasi.
“Ini pelajaran penting bahwa tokoh publik perlu berhati-hati, namun masyarakat juga harus bijak menilai konteks ucapan,” jelasnya.
Dampak pada Ruang Publik
Kasus Ribka Tjiptaning menjadi contoh nyata betapa perbedaan persepsi sejarah bisa menimbulkan polarisasi di masyarakat.
Seiring media sosial menjadi arena opini, setiap ucapan tokoh politik bisa berdampak luas, baik positif maupun negatif.
Polemik ini mendorong publik untuk lebih kritis, sekaligus mengingatkan pentingnya kebebasan berbicara yang bertanggung jawab.
Menanti Langkah Kepolisian
Sampai saat ini, kepolisian masih memverifikasi laporan terhadap Ribka Tjiptaning.
Proses hukum berjalan hati-hati, termasuk menelaah bukti digital dan konteks ucapan.
Publik kini menanti apakah kasus ini akan berlanjut ke penyidikan atau diselesaikan melalui mediasi.
Kasus Ribka menegaskan kembali bahwa demokrasi bukan hanya soal kebebasan berbicara, tapi juga kemampuan masyarakat menilai, berdiskusi, dan menghargai perbedaan pandangan.
Bagaimana pun hasilnya, dinamika ini akan terus menjadi pelajaran penting bagi politik dan wacana publik di Indonesia.




