pinjaman online berbasis syariah

Syarat-Syarat Pinjaman Online Berbasis Syariah Menurut MUI

syabab.com – Beberapa waktu lalu, syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pinjaman online berbasis syariah sudah resmi ditetapkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Pinjaman online berbasis syariah memang dapat menjadi solusi terbaik bagi masyarakat yang hendak membangun bisnis. 

Tidak hanya itu, masyarakat yang sedang mengalami krisis ekonomi akibat pandemi bisa menjadikan pinjaman online syariah ini sebagai solusi. Ya, memang pertumbuhan pinjaman online di Indonesia kian waktu kian subur. Masyarakat yang sedang membutuhkan uang dapat menggunakan tawaran ini dengan mudah. 

Namun tidak semua kalangan memiliki anggapan baik terhadap pinjaman online. Terutama bagi umat Islam yang takut dengan adanya riba dari setiap pinjaman yang ditawarkan layanan ini. Melihat kondisi tersebut, sejumlah perusahaan pinjaman online mulai mengakomodasi mereka yang ingin menjauhi riba. Sehingga sekarang muncul banyak pinjaman online berbasis syariah yang khusus dihadirkan untuk umat muslim. 

Bagaimana Pinjaman Online Syariah Menerapkan Mekanismenya?

Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebenarnya sudah mengatur mekanisme pinjaman online berbasis syariah melalui Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Nomor 117/DSN-MUI/II/2018.

Dimana pinjaman online yang disebutkan dalam uraian tersebut bisa saja halal hukumnya atau dapat dilakukan umat muslim asalkan telah menerapkan prinsip syariah. Jadi, untuk akad perjanjian yang dibuat perusahaan pinjaman online yang disetujui bersama oleh pihak debitur harus berbasis syariah dan tanpa tidak memasukan unsur riba. 

pinjaman online berbasis syariah

Adapun beberapa akad perjanjian pinjaman online yang diharuskan oleh MUI antara lain akad qardh, wakalah bi al ujrah, musyarakah, mudharabah, ijarah dan al-abai’. Sedangkan pinjaman online syariah yang menggunakan teknologi informasi harus bersifat untuk mempertemukan pihak penyedia dana dengan pihak debitur yang membutuhkan. 

Akad Perjanjian Pinjaman Online Berbasis Syariah

  1. Akad al-bai atau jual beli akad antara penjual dan pembeli yang mengakibatkan berpindahnya kepemilikan obyek yang dipertukarkan (barang dan harga).
  2. Akad Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu dengan pembayaran ujrah atau upah.
  3. Akad musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana setiap pihak memberikan kontribusi dana modal usaha (ra’s al-maf dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi sesuai nisbah yang disepakati atau secara proporsional, sedangkan kerugian ditanggung oleh para pihak secara proporsional.
  4. Akad mudharabah adalah akad kerja sama suatu usaha antara pemilik modal (shahibu al-maaf) yang menyediakan seluruh modal dengan pengelola (‘amil/mudharib) dan keuntungan usaha dibagi sesuai nisbah yang disepakati dalam akad, sedangkan kerugian ditanggung oleh pemilik modal.
  5. Akad qardh adalah akad pinjaman dari pemberi pinjaman dengan ketentuan bahwa penerima pinjaman wajib mengembalikan uang yang diterimanya sesuai dengan waktu dan cara yang disepakati.
  6. Akad waknlah adalah akad pelimpahan kuasa dari pemberi kuasa (muwakkil) kepada penerima kuasa (wakil) untuk melakukan perbuatan hukum tertentu yang boleh diwakilkan.
  7. Akad wakalah bi al-ujrah adalah akad wakalah yang disertai dengan imbalan berupa ujrah (fee).

Baca Juga : Cara Mengatur Skala Prioritas Keuangan Dalam Islam

Selain itu, MUI juga mengeluarkan fatwa tentang kegiatan pinjaman online berbasis syariah yang tidak boleh bertentangan dengan akad perjanjian diatas. Dengan menerapkan prinsip syariah,  baik pihak perusahaan pinjaman online maupun debitur yang membutuhkan pinjaman dapat terhindar dari riba, haram, zhulm (kerugian salah satu pihak), dharar (bahaya), tadlis (tidak transparan), maysir (spekulasi/ketidakjelasan tujuan), dan gharar (ketidakjelasan akad).

Pinjaman Online Syariah Pilihan Terbaik Menghindari Riba

Bagi para umat muslim sekalian, Anda tidak perlu lagi takut dengan riba ketika melakukan pinjaman online. Karena kini perusahan penyedia financial technology telah menghadirkan produk pinjaman online berbasis syariah sebagai solusi masalah tersebut. 

Menurut pernyataan Dima Djani selaku wakil ketua Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI), mulai dari sistem pinjaman hingga sarana prasarana pinjaman online syariah saat ini sudah berdasarkan prinsip ijarah. Dimana pihak penyelenggara pinjaman dalam hal ini adalah perusahaan fintech syariah boleh memberlakukan biaya. 

Setiap prinsip syariah Islam yang sudah dikeluarkan dalam fatwa MUI sudah diterapkan dalam setiap jasa atau produk yang mereka tawarkan. Mulai dari prinsip keadilan hingga prinsip transparansi fintech syariah sudah berjalan sesuai syariat Islam. Dimana fintech syariah dengan jenis konvensional paling banyak mendominasi dan bergabung dalam Asosiasi Fintech Pembiayaan Indonesia (AFPI). 

Akan tetapi, code of conduct AFPI atau kode perilaku yang sudah dicantumkan dalam suku bunga tidak diterapkan pada fintech syariah ini. Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa fintech berbasis syariah tidak menerapkan suku bunga, terutama yang tergabung dalam AFPI. 

Selain persoalan penetapan suku bunga, diketahui metode penagihan pinjaman online yang diterapkan fintech syariah memiliki cara tersendiri. Dengan demikian, tidak penyalahgunaan dan pencurian data, intimidasi hingga pelecehan seksual yang sering dialami debitur tidak akan terjadi pada metode penagihan pinjaman online berbasis syariah ini. 

Perusahaan penyedia pinjaman online yang bersangkutan akan menerapkan metode in-house pada saat menagih para debitur. Dengan cara menanyakan penyebab keterlambatan hingga musyawarah mencapai kesepakatan bersama akan dilakukan berdasarkan hukum-hukum syariah. 

Demikian penjelasan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pinjaman online berbasis syariah menurut MUI. Semoga informasi dapat dipahami pembaca yang hendak melakukan pinjaman online berbasis syariah saat ini. Sekian.